EFEK INJEKSI ANTI PROLAKTIN TERHADAP LAMA FASE MOLTING ITIK MOJOSARI (Anas platyrhynchos javanicus)

  • Deka Uli Fahrodi Program Studi Ilmu Peternakan, Universitas Sulawesi Barat
  • Viki Mustofa Program Studi Ilmu Peternakan, Universitas Sulawesi Barat
  • Nur Saidah Said

Abstract

Moulting adalah proses fisiologis yang melibatkan rontoknya bulu tua dan pertumbuhan yang baru pada burung. Hal ini dipengaruhi oleh hormon, dimana ovarium mengalami regresi dan produksi telur secara otomatis berhenti. Meskipun moulting adalah fenomena alam, hal ini dapat diinduksi secara artifisial yang disebut molting paksa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian anti prolaktin terhadap fase moulting itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus) sehingga diharapkan dapat mempersingkat fase moulting pada itik tanpa menimbulkan penderitaan dan penurunan respon imun. Ada beberapa cara dalam melakukan molting paksa, salah satunya bisa diaplikasikan dengan menyuntikkan anti prolaktin. Dalam metode intramuskular, anti prolaktin diberikan secara berurutan dengan dosis 50 μg/ml 100 μg /ml dan 200 μg/ml terhadap perlakuan P1, P2 dan P3. Pada kontrol diberikan PBS (Fosfat Buffer Saline) 0,5 ml tanpa anti prolaktin. Penyuntikan kontrol dan perawatan dilakukan satu kali pada tahap awal moulting dan pengamatan dilaksanakan setiap hari untuk mendapatkan informasi lama periode fase moulting sampai itik memasuki masa reproduktif. Penelitian ini menggunakan tipe Complete Random Device Analisis data menggunakan Analisis Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk mengetahui perlakuan terbaik. Sebanyak 40 ekor itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus) yang memasuki awal fase moulting digunakan sebagai hewan percobaan. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p <0,01) antara kontrol dan perlakuan (P1, P2 dan P3). Hal ini menunjukan bahwa anti prolaktin memiliki efek yang kuat untuk memperpendek periode fese molting pada itik. Uji BNT 5% menunjukkan bahwa perlakuan (kelompok P3) memiliki dosis yang paling efisien dan berbeda nyata dengan perlakuan (kelompok P1) dan perlakuan (kelompok P2) (p <0,05).

Published
2017-07-03