Main Article Content
Abstract
Abstract: The practice of buying and selling inherited land with certificates that have not been transferred to the name is still common in Indonesian society. In this situation, land that is still registered in the name of the heir is sold by the heir to another party without going through the formal process of transferring the name at the land office. This phenomenon is a serious problem in the legal system because it creates uncertainty of ownership and the potential for future disputes. This study aims to examine the validity of the practice of buying and selling inherited land that has not been transferred to the name from a civil law perspective, while analyzing solutions to resolve it. The research method used is a normative juridical with a qualitative descriptive approach to secondary data obtained from relevant laws and legal literature, such as the Civil Code, the Basic Agrarian Law, and Government Regulation No. 24 of 1997. The results of the study indicate that this type of sale and purchase transaction does not meet the objective requirements of the agreement in Article 1320 of the Civil Code, especially regarding the legal ownership of the object of sale and purchase. In addition, this transaction also does not have administrative evidentiary power because it is not supported by a deed made by a Land Deed Official (PPAT). Therefore, to obtain legal validity, inherited land certificates must first be transferred to the heir's name before the sale and purchase transaction can take place. This research recommends improving legal education for the public and strengthening the government's role in land supervision and services.
Keywords: Sale and Purchase, Inheritance Land, Civil Law.
Abstrak: Praktik jual beli tanah warisan dengan sertifikat yang belum dibalik nama masih sering dijumpai di tengah masyarakat Indonesia. Dalam situasi tersebut, tanah yang masih terdaftar atas nama pewaris dijual oleh ahli waris kepada pihak lain tanpa melalui proses formal pembalikan nama di kantor pertanahan. Fenomena ini menjadi persoalan serius dalam sistem hukum karena menimbulkan ketidakpastian kepemilikan serta potensi sengketa di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keabsahan praktik jual beli tanah warisan yang belum dibalik nama dari perspektif hukum perdata, sekaligus menganalisis solusi penyelesaiannya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif terhadap data sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur hukum yang relevan, seperti KUHPerdata, UUPA, dan PP No. 24 Tahun 1997. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transaksi jual beli semacam ini tidak memenuhi syarat objektif perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya dalam hal kepemilikan objek jual beli secara sah. Selain itu, transaksi ini juga tidak memiliki kekuatan pembuktian administratif karena tidak didukung oleh akta yang dibuat oleh PPAT. Oleh karena itu, agar memperoleh keabsahan hukum, sertifikat tanah warisan harus terlebih dahulu dibalik nama atas nama ahli waris sebelum dilakukan transaksi jual beli. Penelitian ini menyarankan peningkatan edukasi hukum bagi masyarakat serta penguatan peran pemerintah dalam pengawasan dan pelayanan pertanahan.
Kata kunci: Jual-Beli, Tanah Waris, Hukum Perdata.
Keywords
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Penulis yang menerbitkan naskah mereka dalam Jurnal ini setuju dengan ketentuan berikut:
- Hak cipta di setiap artikel adalah milik Universitas Sulawesi Barat (Hak Cipta ©)
- Penulis mengakui bahwa jurnal ini memiliki hak untuk menerbitkan artikel dengan pemegang hak cipta ke Universitas Sulawesi Barat.
- Secara hukum dilarang untuk menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi artikel dalam jurnal ini dengan cara apa pun dan dalam bentuk apa pun dan dilarang mendistribusikan artikel baik secara elektronik atau dicetak tanpa izin tertulis dari Jurnal Hukum Unsulbar